Ketika Hujan
- Oriana Titisari
- Dec 15, 2024
- 2 min read
Updated: Mar 11

Minggu siang ini hujan...
Ini adalah sesuatu yang sudah saya nantikan lama, apalagi sedari pagi langit sudah terlihat gelap dan murung. Terlebih lagi, badan saya terasa amat penat. Mungkin efek menonton Drama Cina "Who Rules the World" sebanyak 40 episode beberapa hari terakhir. Tapi saya enggan melangkahkan kaki ke kamar mandi. Mungkin efek mendung di hari minggu.
Saya suka bermain di tengah hujan.
Semua yang mengenal saya tentunya tahu fakta ini. Di Jepang saya berjalan 30 menit dari hotel menuju Don Quijote bersama YS. Di Bangkok saya bermain hujan sambil bernyanyi Singing in the Rain bersama Anne. Di London saya berlari mengejar salju, namun ternyata hujan. Di Bali, saya suka duduk di tepi kolam atau berenang di bawah derasnya hujan. Dulu saat kuliah, saya ingat pernah mengendarai motor dengan kesayangan sambil hujan. Airnya turun dengan deras sampai-sampai melukai wajah saya. Tapi kenangannya teringat sampai saat ini. I love it!
Jadilah siang ini saya hujan-hujanan.
Awalnya rintik ringan. Mengecewakan. Tapi saya sudah bertekad akan main hujan. Saya berjalan keluar rumah, sementara Mbak di rumah berteriak melarang saya pergi. Sakit lah. Masuk angin lah. Banyak lah alasannya. Saya menulikan pendengaran dan terus berjalan. Rintiknya lemah sekali. Mengecewakan, pikir saya. Saya terus berjalan. Saya mengadahkan wajah menghadap langit dan saya menarik napas dalam-dalam. Menikmati seluruh prosesnya. Saya merasa amat dekat dengan bumi; dekat dengan Tuhan; dekat dengan diri sendiri. Seolah menjawab doa saya, air hujan turun kian deras. Deras sekali, sampai atap-atap rumah yang mengelilingi jalanan riuh dengan kencangnya; sampai seluruh pakaian saya kuyub.
Hujan adalah proses alam.
Ketika awan sudah begitu beratnya menampung kondensasi, ia akan menjadi kian gelap hingga akhirnya air tumpah kembali ke bumi. Inilah yang saya rasakan ketika hujan-hujanan. Saya merasa seolah dibersihkan dari segala awan gelap yang menyelimuti pikiran dan hati saya. Seperti dibaptis kembali. Seolah alam berkata, "Kamu akan kembali baik-baik saja."
Di jalan saya seperti berpetualang.
Saya bertemu dengan dua katak. It's been a while since I saw one. Kenapa mereka hanya keluar saat hujan datang? Apa ia juga menanti sebuah petunjuk dari semesta? A break in the middle of the heat of the world? Lalu, saat dunia kering mereka berbuat apa? Apa mereka juga diam-diam nonton Dracin sampai matanya pedih? Apa mereka juga merenung, mencari arti kehidupan ini? Apa mereka mempertanyakan purpose mereka di dunia? Apa mereka merasa takut karena hidup terasa sepi dan menyadari kalau mereka sendiri? Apa mereka sendiri? Haruskah mereka mengulurkan tangan baru bisa menerima bantuan? Ataukah akan Tuhan membantu tanpa perlu diminta? Ah, katak, nikmati saja dulu rintik hujan yang menghibur kita hari ini...
Kala hujan tiba, semua bersembunyi...
Di dalam rumah, di bawah payung, di kolong jembatan, di tepian toko... semua bersembunyi sambil diam-diam menikmati. Ada dua orang yang saya temui di perjalanan: seorang anak kecil, sekitar usia 4-5 tahun; dan seorang pria yang dikenal sebagai sosok misterius yang memang sesekali akan terlihat berjalan di komplek, hujan atau kering. Si stress katanya. Jadi saya masuk kategori mana? Si anak bocah atau si stress? Well, maybe a bit of both.
Atau sebut saja saya, Oriana, si pecinta hujan.
Comentarios